Di Meester Cornelis (kini Jatinegara) dan Tanah Abang tanggal 7 Oktober, sebanyak 50 pasukan Belanda dibunuh oleh ratusan orang Tionghoa yang diduga dipimpin oleh Kapitan Cina Nie Ho Kong. Itu terjadi setelah berbagai kelompok buruh Tionghoa memberontak dengan senjata yang mereka buat sendiri untuk menjarah dan membakar pabrik. Serangan ini mengejutkan Belanda. Sebanyak 1.800 pasukan yang didukung schuterij (milisi) dan sebelas batalyon wajib militer dikirim untuk menghentikan pemberontakan. Mereka melaksanakan jam malam dan semua perayaan Tionghoa yang telah dijadwalkan pun dibatalkan. Khawatir akan adanya orang Tionghoa yang berkomplot di malam hari, mereka (orang Tionghoa) yang tinggal di dalam batas kota dilarang menyalakan lilin dan diperintahkan untuk menyerahkan semua barang, sekalipun itu pisau kecil.
Hari berikutnya, pasukan Belanda berhasil menangkis sebuah
serangan yang dilakukan oleh 10.000 orang Tionghoa yang datang dari Tangerang
dan Bekasi di tembok kota. Raffles mencatat sebanyak 1.789 warga Tionghoa
meninggal dalam serangan ini. Pada tanggal 9 Oktober, Valckenier pun kembali
mengadakan pertemuan Raad van Indie.
Sebuah gosip mulai tersebar dalam kelompok etnis lain,
utamanya budak dari Bali dan Sulawesi serta pasukan Bugis dan Bali. Dikatakan
bahwa