Pesawat-pesawat pembom Glenn Martin B-10 milik LA-KNIL/ML-KNIL
terbang diatas Koningsplein, Batavia 1930-an
Pedagang Cina menjual kainnya kepada pembeli lokal di Koningsplein Batavia
Pemandangan Pasar Gambir di Koningsplein Batavia
Monumen Nasional di tengah Lapangan Merdeka, dilihat dari Stasiun Gambir
Pada akhir abad ke-18, pemerintah Nederlands-Indie memindahkan pusat pemerintahan dari Oud Batavia (Batavia Lama) ke Weltevreden (kini Jakarta Pusat). Di Weltevreden, mulai dibangun beberapa bangunan penting termasuk fasilitas lapangan. Ada dua lapangan utama yang dibangun oleh pemerintah Nederlands-Indie saat itu: Buffelsveld dan Waterlooplein (kini Lapangan Banteng). Lapangan mulai dibangun oleh Daendels di awal abad ke-19. Waterlooplein berfungsi sebagai tempat berkumpul untuk berkuda dan bersosialisasi
oleh warga kota pada sore hari. Sementara itu, Buffelsveld kemudian diganti namanya menjadi Champ de Mars. Penggantian nama ini dilakukan oleh Daendels yang sangat dipengaruhi oleh Perancis. Lapangan yang satu ini difungsikan sebagai lapangan untuk latihan militer.
oleh warga kota pada sore hari. Sementara itu, Buffelsveld kemudian diganti namanya menjadi Champ de Mars. Penggantian nama ini dilakukan oleh Daendels yang sangat dipengaruhi oleh Perancis. Lapangan yang satu ini difungsikan sebagai lapangan untuk latihan militer.
Pada tahun 1818, di masa pemerintahan Inggris di Nederlands-Indie lapangan ini diubah namanya menjadi Koningsplein (Lapangan Raja) dibawah perintah Sir Thomas Stamford Raffles. Bertepatan ketika ia mulai menempati istana barunya di dekat lapangan tersebut, yang sekarang kita kenal dengan Istana Merdeka. Pemerintah Kolonial membangun berbagai fasilitas olahraga seperti jalur atletik dan stadion di lapangan itu.
Para penduduk pribumi menamakan lapangan ini dengan sebutan Lapangan Gambir. Hal ini dikarenakan, konon berdasarkan banyaknya pohon gambir yang tumbuh di sekitaran lapangan. Lapangan Gambir pun menjadi lokasi Pasar Gambir, yaitu sebuah pasar malam besar sekaligus pekan raya yang dimulai untuk memperingati hari ulang tahun Ratu Wilhelmina. Hingg tahun 1942, lapangan ini tetap bernama Koningsplein.
Setelah Jepang datang, Koningsplein berganti nama menjadi IKADA (Ikatan Atletik Djakarta). Konon, proklamasi kemerdakaan Indonesia akan dilakukan di lapangan ini. Tetapi kondisi yang ada tidak memungkinkan untuk dilakukan proklamasi di lapangan tersebut. Akhirnya proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia dilakukan di sebuah rumah di Jalan Pegangsaan (kini Jalan Proklamasi). Barulah pada tanggal 19 September 1945, Sukarno (Presiden Pertama Republik Indonesia) menyampaikan pidatonya di lapangan IKADA.
Lapangan ini kemudian diganti namanya dengan Medan Merdeka oleh Sukarno. Beliau menginginkan rakyat Indonesia yang baru saja merdeka memiliki sebuah simbol yang menjadi kebangsaan bangsa, yang kemudian pada tahun 1961 dipertegas dengan berdirinya Monas (Monumen Nasional) yang dapat kita lihat hingga masa kini.
Sumber:
id.wikipedia.org
Setelah Jepang datang, Koningsplein berganti nama menjadi IKADA (Ikatan Atletik Djakarta). Konon, proklamasi kemerdakaan Indonesia akan dilakukan di lapangan ini. Tetapi kondisi yang ada tidak memungkinkan untuk dilakukan proklamasi di lapangan tersebut. Akhirnya proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia dilakukan di sebuah rumah di Jalan Pegangsaan (kini Jalan Proklamasi). Barulah pada tanggal 19 September 1945, Sukarno (Presiden Pertama Republik Indonesia) menyampaikan pidatonya di lapangan IKADA.
Lapangan ini kemudian diganti namanya dengan Medan Merdeka oleh Sukarno. Beliau menginginkan rakyat Indonesia yang baru saja merdeka memiliki sebuah simbol yang menjadi kebangsaan bangsa, yang kemudian pada tahun 1961 dipertegas dengan berdirinya Monas (Monumen Nasional) yang dapat kita lihat hingga masa kini.
Sumber:
id.wikipedia.org
Tidak ada komentar:
Posting Komentar