Para pendiri dan staf Jami'at Kheir di depan bangunan madrasah
Perkembangan dakwah di Batavia pada abad ke-20,
faktanya tidak dapat dilepaskan dari jasa para habib yang tidak kenal lelah dan
senantiasa mengajar dan berdakwah ke berbagai tempat di Batavia. Nama pertama
yang sangat berpengaruh tentu saja adalah Habib Utsman bin Abdullah bin Agil
bin Yahya. Mufti Batavia itu memiliki pengaruh yang sangat luas dalam kehidupan
keislaman di Jakarta dan sekitarnya. Kitab-kitab karya beliau, hingga kini
masih menjadi pegangan para ulama Betawi.
Setelah
periode Habib Utsman bin Yahya berlalu, ada lagi sejumlah tokoh habib di sana
yang namanya tetap dikenang hingga kini. Habib Ali bin Abdurrahman Al-Habsyi,
Habib Ali bin Husain Al-Aththas, dan Habib Salim bin Ahmad bin Jindan, adalah
sebagian di antara mereka. Peran mereka bersama para ulama lainnya juga
turut berjasa atas berdirinya sebuah lembaga pendidikan yang sangat penting: Jami’at Kheir. Lembaga pendidikan ini berdiri pada tahun 1901 sebagai badan sosial Islam yang pertama. H.O.S Tjokroaminoto (tokoh utama Sarekat Islam) dan K.H. Ahmad Dahlan (pendiri Muhammadiyah) pernah menjadi pengurusnya.
turut berjasa atas berdirinya sebuah lembaga pendidikan yang sangat penting: Jami’at Kheir. Lembaga pendidikan ini berdiri pada tahun 1901 sebagai badan sosial Islam yang pertama. H.O.S Tjokroaminoto (tokoh utama Sarekat Islam) dan K.H. Ahmad Dahlan (pendiri Muhammadiyah) pernah menjadi pengurusnya.
Pada
tahun 1903, Jami’at Kheir mengajukan permohonan kepada pemerintah Nederlands-Indie
agar diakui sebagai organisasi yang sah secara hukum yang berlaku saat itu.
Pengesahan itu ditanda tangani oleh Sa’id Basandid (ketua), As-Sayyid Muhammad
bin Abdullah bin Syahab (ketua II), As-Sayyid Muhammad Al-Fakkir (sekretaris),
dan As-Sayyid Idrus bin Ahmad bin Muhammad bin Syahab (bendahara). Izin
tersebut dikeluarkan pada tahun 1905, namun dengan syarat tidak boleh membuka
cabang di luar Batavia. Pada 17 Juli 1905, As-Sayyid bin Ali bin Ahmad bin
Muhammad bin Syahabuddin terpilih sebagia ketua.
Pada
bulan April 1906, Jami’at Kheir mengajukan permohonan untuk mendirikan madrasah
dan balai pertemuan. Lembaga ini kemudian mengangkat beberapa wakil guna
mencatat anggota-anggota di daerah untuk diundang dalam pertemuan guna
menyamakan dan menyatukan tujuan dan cara pelaksanaan program kerja.
Kala
itu, kemajuan yang cukup pesat didapat Jami’at Kheir hingga gaungnya tersebar
ke berbagai daerah. Banyak daerah yang meminta izin untuk mendirikan cabang.
Karena berlakunya larangan dari pemerintah Nederlands-Indie, pengurus Jami’at
Kheir menyarankan agar mereka mendirikan perkumpulan yang berdiri sendiri.
Jumlah anggotanya pun bertambah dan berasal dari berbagai kalangan, termasuk
para imam masjid, guru, pegawai pemerintah maupun swasta, qadhi (penghulu) dan
lain-lain.
Pada
tahun 1908, Jami’at Kheir menjalin hubungan dengan para pemuka di Timur Tengah.
Di antara para pemuka itu adalah As-Sayyid Ali Yusuf (penerbit surat kabar
al-Muayyad), Ali Kamil (pemimpin redaksi al-Liwa’), Abdul Hamid Zaki (penerbit as-Siyasah
al-Mushawarah), Ahmad Hasan Tabarah (penerbit majalah Tsamaratul-Funun),
Muhammad Said Al-Mazjub (penerbit surat kabar al-Qisthatul Mustaqim), Abdullah
Qasim (pemimpin redaksi Syamsul-Haqiqah), dan Muhammad Bakr Bik (pemimpin
redaksi al-‘Adl).
Untuk
pertama kalinya, Jami’at Kheir mendirikan sebuah madrasah tanpa menarik uang
bayaran para murid pada tahun 1909. Sekali dalam seminggu, juga diadakan
pendidikan untuk kaum ibu dan bapak. Ketika itu pula, Jami’at Kheir
mengupayakan penghapusan larangan bagi etnis Arab untuk bepergian ke luar
Batavia kecuali dengan izin resmi.
Sekolah
yang diselenggarakan Jami’at Kheir bukanlah semata-mata sebagai sekolah agama.
Ada pula pelajaran berhitung, sejarah, ilmu bumi, bahasa Inggris. Mengenai
bahasa, Jami’at Kheir malah mengajarkan pendidikan bahasa Inggris dan tidak
mengajarkan pendidikan bahasa Belanda, tidak seperti di sekolah-sekolah umum
saat itu.
Pada
tahun 1910, Jami’at Kheir membangun tempat kost untuk para pelajar. Antara yang
mampu dan tidak, dibedakan. Bagi yang tidak mampu, terutama anak-anak yatim
tidak dikenai biaya. Jami’at Kheir malah memberikan makanan dan pakaian untuk
mereka. Selain itu, Jami’at Kheir juga mengupayakan pengumpulan zakat dan
membagikannya kepada mereka yang berhak.
Pada
tahun 1911, Jami’at Kheir menyusun Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga
yang waktu itu dicetak di Singapura. Lembaga ini pun mulai meningkatkan mutu
pendidikan dengan para guru dari Mesir, Tunisia, Maroko, Sudan, dan Turki.
Hubungan dengan organisasi kaum nasionalis pun dijalin, seperti Boedi Oetomo
dan Sarekat Islam.
Al-Hasyimi dari
Tunisia (1911) adalah pengajar pertama yang berasal dari luar Nederlands-Indie.
Sebelumnya, hanya pengajar dari luar Batavia, yaitu H. Muhammad Manshur dari
Padang. Pada bulan November 1911 didatangkan kembali para pengajar dari luar
negeri, yaitu Syaikh Ahmad As-Surkati (Sudan), Syaikh Ahmad Thalib (Maroko),
dan Syaikh Muhammad Abdul Hamid (Makkah). Dua tahun berikutnya, menyusul lagi
para pengajar dari luar negeri seperti Muhammad Nur Al-Anshari, Muhammad Abul
Fadhl Al-Anshari, Hasan Hamid Al-Anshari, dan Ahmad Al-‘Awif.
Sumber:
Majalah AL-KISAH No. 13/Tahun IV/19 Juni – 2
Juli 2006
Tidak ada komentar:
Posting Komentar