Rabu, 22 April 2015

Gunung Kunci, Benteng Tua Nan Kokoh di Sumedang

Pemandangan di salah satu bagian dari Gunung Kunci.
Konstruksi benteng yang kuat seolah menjadi saksi bisu akan peristiwa masa lalu yang ada di sana

Bagian benteng pertahanan Gunung Kunci


Benteng tua ini berada di wilayah Sumedang. Letaknya pun tidak jauh dari pusat Kota Sumedang. Benteng ini berdiri di Gunung Panjunan, namun masyarakat lebih mengenal tempat ini dengan sebutan Gunung Kunci. Dinamakan demikian karena di gerbang masuk ke benteng ini terdapat lambang kunci menyilang. Sebenarnya Gunung Kunci sendiri tidaklah berarti gunung dalam artian gunung yang besar seperti Gunung Tampomas. Bisa dikatakan penamaan gunung itu karena letaknya yang berada di sebuah bukit yang letaknya berada di tengah Kota Sumedang.

Luas benteng ini kurang lebih sekitar 2.600 m2 dengan luas bunker yang mencapai sekitar 450 m2. Rincianya, benteng ini terdiri dari tiga lantai, meliputi ruangan untuk prajurit, perwira, tahanan dan benteng itu sendiri. Semua dilapisi dengan
beton setebal 1 meter. Beberapa ruangan terdapat meja, tempat duduk dan tempat tidur yang semuanya juga dibuat dari beton.

Ditambah pula dengan lorong yang memiliki panjang kurang lebih 200 m dan memiliki penghubung antara ruangan dengan gua-gua buatan yang ada di dalamnya.

Gerbang masuk ke Gunung Kunci dengan lambang kunci menyilang pada bagian atas

Lorong di bagian dalam Gunung Kunci

Menurut beberapa sumber yang beredar, benteng yang dikamuflasekan sebagai sebuah bukit ini dibangun oleh Belanda di masa Perang Dunia I, tepatnya sekitar tahun 1914-1917 dan diresmikan pada tahun 1918. Mengapa benteng ini dibangun di tengah Kota Sumedang dan dikamuflasekan layaknya sebuah bukit ?

Perlu diketahui, dengan desain benteng yang dibuat melingkar dan berdiri di tempat yang lebih tinggi di tengah Kota Sumedang ini memudahkan Belanda untuk mengintai gerak-gerik mencurigakan atau tanda-tanda akan terjadinya serangan. Meriam-meriam di benteng ini pun dipasang melingkar mengikuti desain benteng, yang sudah tentu diarahkan ke Kota Sumedang dan tempat-tempat strategis lainnya. Dengan sekali serangan dari benteng ini, akan mudah bagi Belanda untuk memporak-porandakan Kota Sumedang seandainya ada serangan yang datang dari arah kota tersebut. Selain itu, di tempat ini terdapat lorong-lorong dan bunker-bunker yang berfungsi sebagai pertahanan dan penyimpanan senjata. Ruang-ruang tahanan dan sebuah sumur juga melengkapi benteng ini.


Gunung Kunci Sebagai Tempat Wisata Sejarah

Dari atas ke bawah: papan nama obyek wisata, prasasti peresmian renovasi kawasan,
pintu gerbang dan jalan setapak untuk memasuki obyek wisata Gunung Kunci

Kini, Gunung Kunci menjadi salah satu tempat wisata sejarah di Sumedang yang dapat anda kunjungi. Dengan membayar retribus sekitar Rp3.000 untuk orang dewasa dan Rp2.000 untuk anak-anak di pos pintu masuk Wisata Alam Gunung Kunci, anda bisa langsung memasuki tempat tinggi ini dengan melalui jalan setapak yang diperkeras secara permanen. Di sana juga terdapat sarana umum seperti toilet dan warung sekadar tempat menghilangkan lapar dan dahaga, meski secara terbatas.

Kritik dan Saran Saya Terkait Tempat Wisata Gunung Kunci

Meskipun Gunung Kunci telah menyandang status sebagai tempat wisata sejarah, namun tidak secara otomatis menjadikan Gunung Kunci sepopuler Kota Tua Jakarta, misalnya. Perhatian generasi masa kini akan peninggalan sejarah masih minim, terlebih untuk di luar wilayah ibu kota seperti di Sumedang. Khusus untuk Gunung Kunci, dipadu dengan pemandangan yang indah di wilayah tersebut seharusnya dapat menarik minat besar generasi masa kini agar mereka mau belajar sejarah lokal yang ada di tempat mereka.

Ditambah lagi, kenyamanan juga harus diperhatikan oleh orang-orang yang berwenang, dalam hal ini adalah jajaran pemerintahan dan dinas terkait di Kota Sumedang. Secara pribadi, saya menilai pemandangan alam di Gunung Kunci sudah cukup menjadi salah satu kenyamanan di sana. Hanya saja di beberapa entri blog yang juga membahas Gunung Kunci maupun di beberapa obrolan yang saya jumpai, mereka yang pernah berkunjung ke sana mengeluhkan kurang nyamannya Gunung Kunci, terkait masalah kebersihan, fasilitas penunjang lainnya dan tata krama dari beberapa "oknum" pengunjung yang berwisata ke sana.

Bagaimana pun, Gunung Kunci tidak boleh diposisikan layaknya anak tiri. Namun kita harus memposisikannya sebagai sebuah aset berharga yang harus dipertahankan keberadaannya. Karena untuk mengetahui suatu hal tentang sejarah, harus ada peninggalan yang dapat dikaji oleh generasi selanjutnya. Dalam hal ini, kehadiran sebuah komunitas pecinta dan pegiat sejarah diperlukan agar dapat memberikan pengarahan kepada masyarakat agar peduli terhadap sejarah dan peninggalan-peninggalannya.


Sumber:

2 komentar:

  1. Benteng tersebut adalah milik Belanda, tapi apakah ada kemungkinan sempat pernah digunakan oleh pihak tentara Jepang ketika masa pendudukannya di Indonesia...? :-)

    BalasHapus
  2. Entah sempat diduduki oleh Jepang atau tidak. Tapi yang pasti ada dua versi mengenai situasi saat itu:

    Versi pertama, benteng ini dibombardir Jepang sehingga beberapa bagian benteng hancur dan menyisakan puing-puing besar. Versi kedua, benteng ini sengaja dihancurkan oleh para prajurit KNIL di sana ketika akan melarikan diri. Entah apa tujuan mereka melakukan itu. Mungkin mencegah kemungkinan besar benteng itu digunakan oleh tentara Jepang yang menyerang

    BalasHapus