Minggu, 03 Mei 2015

Sentuhan Para Habib dan Ulama (Nederlands-Indie dan Timur Tengah) Terhadap Jami'at Kheir: Sekilas Perjalanan Historis (Bagian 2)



Selain aktif di bidang pendidikan, Jami’at Kheir juga bergerak di bidang sosial kemasyarakatan dan mempunyai kepedulian yang tinggi akan nasib orang-orang Islam di berbagai belahan dunia. Pada tahun 1912, Jami’at Kheir menyelenggarakan upacara bela sungkawa atas gugur dan syahidnya para pejuang Tripoli Barat dalam pertempuran melawan tentara penjajahan Italia. Jami’at Kheir pun mengumpulkan bantuan yang akan ditujukan kepada anak-anak para pejuang di sana. Bantuan ini juga ditujukan untuk daerah-daerah lain yang terkena bencana alam, serta untuk pembangunan kereta api di Hijaz (kini masuk wilayah Arab Saudi).

Karena aktivitas tersebut, Jami’at Kheir dan nama baiknya pun tersebar di dalam Nederlands-Indie bahkan hingga dunia internasional. Dalam Nederlands-Indie, Jami’at Kheir mengusahakan melakukan jalinan perdamaian di antara orang-orang Arab dan menyelesaikan pertikaian berdarah yang pernah terjadi di Jawa Timur.

Tidak semua langkah Jami’at Kheir direstui oleh pemerintah Nederlands-Indie. Beberapa pengurusnya dihadapkan ke pengadilan, di antara mereka
ada yang dijebloskan ke penjara karena terkesan melawan pemerintah Nederlands-Indie.

Pada tahun 1913, Jami’at Kheir mendirikan percetakan dan perpustakaan dengan biaya mandiri para pengurusnya, di luar kas organisasi. Percetakan tersebut pada tahap pertama mendapatkan modal (yang dalam hitungan uangnya pada masa itu jika dijumlahkan dengan menggunakan rupiah) Rp50.000. Modal ini dihimpun dari para anggotanya. Pada 24 Juli 1924, As-Sayyid Abdurrahman bin Alwi bin Muhammad Asy-Syathiri terpilih sebagai ketua. Jami’at Kheir terus berkembang. Beberapa buku berbahasa Belanda maupun Indonesia, majalah terbitan dalam maupun luar Nederlands-Indie, selalu dijumpai artikel tentang Jami’at Kheir.

Al-Alamah al-Habib Hasan bin Alwi bin Abdullah Syahabuddin adalah orang yang juga berjasa atas dikenalnya nama Jami’at Kheir hingga ke luar Nederlands-Indie. Lahir di Tarim, Hadramaut, pada tahun 1848. Ada banyak guru tempatnya menimba ilmu, di antaranya adalah As-Sayyid Muhammad bin Ibrahim bin Idrus Bilfaqih, As-Sayyid Abdurrahman bin Muhammad bin Husein Al-Masyhur, As-Sayyid Idrus bin Umar Bafaraj, Sayyid Ahmad Dahlan (Makkah), dan As-Sayyid Salim bin Ahmad Al-Aththas (Johor, Malaya).

Belakangan, beliau pergi ke Singapura untuk mengurus kekayaan ayahnya, dan sempat menetap di sana. Di sana, ia meneruskan bisnis sang ayah. Tak lama kemudian, ia pergi ke Nederlands-Indie dan bermukim di Batavia hingga 1900. Ia banyak memberikan sumbangan, baik itu berupa dana maupun artikel-artikel tentang Jami’at Kheir yang banyak dimuat di beberapa koran terbitan Mesir.


Sumber:
Majalah ALKISAH No. 13/Tahun IV/19 Juni – 2 Juli 2006

1 komentar:

  1. Abdurrahman asy syathiri adalah kakek buyut saya...setidaknya itu yang disampaikan alm. Ayah saya M. Saleh Ridho bin Ali Ridho bin Abdurrahman Asy Syathiri

    BalasHapus